Oleh: Dasnah SGI Angkatan III
Banyak
cara untuk membuktikan kepada publik bahwa kita peduli dengan pendidikan yang
ada di Indonesia. Bahkan, siapa pun mampu mewujudkan kepedulian itu. Termasuk
instansi atau lembaga. Salah satu lembaga yang mengusung cita-cita pendidikan
Indonesia adalah Dompet Dhuafa, sebuah lembaga zakat yang dikelola oleh
orang-orang kreatif hingga melahirkan ide kraetif.
Pernahkah
Anda mendengar Sekolah Guru Indonesia?
Sepertinya sangat asing bukan? Program tersebut berada di bawah naungan Dompet
Dhuafa. Rintisan jejaring Dompet Dhuafa, Lembaga Pengembangan Insani. Sekolah Guru Indonesia dikhususkan bagi
seluruh sarjana muda (fresh graduate)
yang siap dididik dan diasramakan selama 6 bulan untuk menjadi calon guru
model.
Sekolah
Guru Indonesia (SGI) Lembaga Pengembangan Insani (LPI) Dompet Dhuafa. Program
ini sudah meluluskan tiga angkatan. Dari angkatan pertama hingga angkatan
ketiga terus mengalami perbaikan. SGI I yang berjumlah 63 orang (2009) waktu
itu masih di bawah naungan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa memprioritaskan guru
honor yang tengah mengabdi di sekolah
dasar untuk dibekali dengan profesinalisme keguruan yang mumpuni, nantinya
mereka kembali ke sekolah masing-masing untuk menerapkan ilmu yang telah
diperoleh selama bergabung dengan SGI. Perkuliahan selama enam bulan dengan
tenaga dosen serta trainer handal dari Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa, seperti
Asep Sapa’at, Rina Fatimah, Agung Pardini, Evi Afifah Hurriyah, serta trainer
tamu seperti Jamil Azzaini siap menggodok para calon guru professional. Tentu
tim SGI masih merasakan adanya kekurangan dari sistem yang diterapkan pada SGI
I hingga tim SGI pada umumnya di bawah pimpinan Evi Afifah Hurriyah, M.Si.
mencoba memodifikasi program yang telah ada.
Tahun
2010, SGI II sebanyak 30 orang yang direkrut adalah sarjana lulusan universitas
negeri maupun swasta berasal dari berbagai propinsi yang ada di Indonesia.
Mereka yang tergabung ke dalam SGI II diseleksi dengan indikator kiteria yang
telah ditentukan oleh Tim SGI, work shop selama
5 bulan dengan fasilitas bea studi berasrama, berbagai pembekalan yang memadai
tentang profesinalisme guru serta kegiatan asrama yang mampu mengarahkan calon
guru tersebut menjadi guru berkarakter. Setelah melalui tahapan hingga 5 bulan
lamanya, para calon guru SGI pun siap ditempatkan di berbagai pelosok
daerah seperti, Pulau Rote dan Kupang
(NTT), Banjarmasin, Natuna, Merauke, Bengkulu, Bengkayang dan lain-lain. Setiap
daerah terpilih terdiri atas satu utusan guru SGI. Mereka pun bersinergi dengan
pemerintah setempat untuk memajukan pendidikan yang ada di penempatan. Adapun
program guru SGI ini adalah: pelatihan atau work
shop mereka gelar untuk meningkatkan kualitas guru, aktivitas menulis pun
terus mereka galakkan, bahkan program pengembangan sekolah seperti ceruk ilmu
serta melakukan Penelitian Tindakan Kelas pun merupakan program yang harus
dijalani. Pun masih banyak bentuk kegiatan sosial lain, seperti pemberdayaan
masyarakat di lokasi penempatan yang terus mereka lakukan guna mengabdikan diri
secara total pada bangsa, terkusus di daerah penempatan mereka.
Pada
tahun 2011, Tim SGI masih merasa perlu perbaikan untuk calon guru yang akan
ditempatkan di daerah pilihan. Modifikasi pun masih tetap dilakukan, sarjana
yang direkrut melalui proses seleksi ketat, mulai dari seleksi berkas, seleksi
keterampilan menulis, FGD, dan
wawancara. Akhirnya, terpilihlah 32 orang peserta dari 11 propinsi ke bergabung
dalam SGI III dengan semboyan “Bangga Jadi Guru, Guru Berkarakter, Menggenggam
Indonesia”.
Keseriusan
Tim SGI Dompet Dhuafa dalam dunia pendidikan terbukti dengan terus melakukan
modifikasi terhadap program sekolah guru ini. Bukti real yang diterapkan oleh tim adalah dengan melakukan pembentukan
kedisiplinan ala militer, ditangani langsung oleh TNI dengan nama program “Militery Super Camp” yang berlangsung
selama 7 hari (sepekan), masa orientasi, yakni pengenalan terhadap struktur serta
jejaring Dompet Dhuafa yang ada di Lembaga Pengembangan Insani, pembekalan selama 6 bulan.
Perkuliahan
atau work shop selama 3 bulan melalui
bimbingan dosen dari dalam SGI, seperti Evi Afifah Hurriyah, Asep Sapa’at, Rina
Fatimah, Amru Asykari, Agung Pardini serta menghadirkan dosen tamu seperti
Djauharah Bawazir, psikolog dan konselor ahli penemu metode Pendidikan Bunyan,
pakar politik pengusung Character
Building, Eri Sudewo, presenter TV professional, Alvito Deanova. Tak hanya
itu, pakar psikologi masyarakat, master
forensic pertama di Indonesia, Reza Indragiri, social entrepreneur yang juga dosen UI, Imam Prasodjo, peneliti dan
penulis buku, Wijaya Kusumah, serta masih banyak dosen tamu lain turut
dihadirkan untuk menggembleng calon guru yang akan dikirim ke daerah pilihan.
Aktivitas
wawasan keilmuan dari segi kemasyarakatan pun diberikan sebagai bekal kepada
mereka yang terpilih. Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilaksanakan selama 1 bulan
di desa Tambleug, Lebak, Banten dengan menerapkan berbagai program kerja 3
bidang, pendidikan, pemuda, dan ekonomi. Pasca KKN, SGI III ini pun kembali
dibekali dengan micro teaching serta
magang selama 2 bulan di sekolah elite yang ada di Bogor, seperti Madania School, bertaraf
international, SDIT Birrul Waalidain, SDIT At-Taufik, SDN Polisi 04, SDIT
Aliya, SDIT Ummul Quro dengan spesifikasi kelas multiple intelligence,
SDN Bantar Jati Sembilan, SD 03 Sukadamai, Sekolah alam, Kreatifa, dan SDS
Pelita Insani, Jawa Barat. Sekolah
tempat magang pun salah satu bentuk serius dari Tim SGI, kalau SGI II
dimagangkan di sekolah negeri, SGI III sebaliknya. Hal itu dimaksudkan agar
mereka menyerap dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari sekolah elit tersebut.
Tempat magang mereka juga merupakan tempat untuk melakukan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) untuk dijadikan sebuah karya ilmiah sebagai syarat kelulusan di
Sekolah Guru Indonesia.
Tidak
hanya itu, pembelakan dan pembinaan karakter sangat ditanamkan selama kegiatan
berasrama. Hal itu terbukti dengan dipilihnya dua pembina asrama muda (fellow residence) berpengalaman, khusus
untuk putra dan putri yang disiapkan untuk menggembleng karakter para calon
guru, tentu saja dengan kurikulum asrama yang sangat membangun karakter,
seperti disiplin ibadah dan olahraga, social
gathering, saling mengajar, kajian
sejarah nabi, kajian ilmu fiqih, dan lain-lain .
Saat ini, 32 guru muda yang terpilih tengah
berada di daerah penempatan, namun mereka tidak diutus sendirian sebagaimana
sistem SGI II, mereka dikirim secara kolektif atau per tim di tiap daerah,
terdiri atas leader dan anggota. Daerah terpilih untuk bekerja sama dengan tim
SGI, yakni, Buton (Sulawesi Tenggara), Sambas (Kaltim), Dompu (NTB), Belitong
(Babel), Waykanan (Lampung), dan Lebak (Banten). Mereka yang tersebar di daerah
tersebut, diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan pendidikan di
sekolah penempatan pada khususnya, serta kabupaten pada umumnya. Tentunya tak
lepas dari kerja sama dengan dinas setempat. Program unggulan LPI Dompet Dhuafa
di bidang pendidikan ini merupakan langkah kecil yang diharapkan nantinya akan
membesar hingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh propinsi yang ada di
seluruh Indonesia.Cat: pernah diterbitkan di www.dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar