Minggu, 19 Agustus 2012

Mengadu Nasib di Pohon Kinca



Oleh: Clara Novita Anggraini, S.I.Kom
(Relawan Guru SGI DD di Tarepo, NTB)

Pernah dengar Buah Kinca? Di Indonesia Bagian Barat anda mungkin tidak mengenalnya. Tapi di Indonesia Bagian Timur, terutama Dompu NTB, buah ini cukup menjadi favorit. Segarnya yang sepat-sepat asam menjadi penghibur ditengah udara panas siang hari Dompu yang menyengat. Bahkan, di sebuah Desa bernama Taropo, ia menjadi sumber penghidupan bagi seorang anak kelas 6 SD bernama Dian.
Mardianto nama lengkapnya. Orang tuanya adalah seorang petani di ujung selatan paling utara Kabupaten Dompu, NTB. Kehidupan ekonomi yang sulit membuatnya bolak-balik merantau Jakarta-Blora-Dompu. Karena itu, dalam usianya yang masih belia, Dian sudah merasakan kerasnya perjuangan untuk bertahan di suatu tempat. Setahun terakhir, Dian kembali dibawa bapaknya kembali ke Dompu, sementara ibunya bertahan di Ibu Kota menjadi buruh pabrik.
Setiap pagi Dian memulai harinya dengan memanjat pohon Kinca di halaman rumah seorang tokoh Taropo. Buah yang berhasil dipetik kemudian dijual kepada teman-teman sekolah. Dalam satu hari, pendapatan kotor Dian bisa mencapai Rp.20.000,-. Setelah disetorkan kepada si empunya Kinca, Dian bisa mendapat upah kurang lebih Rp.3000, tergantung dari hasil penjualan. Dengan cara inilah Dian bisa jajan untuk dirinya dan adiknya. Tinggal tanpa seorang ibu, Dian sehari-hari juga mengasuh adiknya.
Tidak mudah memanjat Pohon Kinca. Buahnya yang terletak di ujung-ujung dahan cukup sulit untuk diraih. Belum lagi pohonnya tinggi menjulang, dahan pohon hanya dapat dicapai jauh di atas. Dian yang memiliki kecerdasan kinestetik tinggi merupakan satu-satunya anak yang dapat memanjat pohon Kinca. Menolong tetangga mengambil buah kelapa juga menjadi kegiatan sehari-hari Dian meski tidak mendapat upah.
Selayaknya anak-anak Taropo yang lain, Dian sudah sering ikut berangkat ke hutan untuk mencari madu, ikan, udang, dan kepiting. Digigit kalajengking dan bertemu ular adalah hal biasa baginya. Bahkan Dian sudah diwarisi jampi-jampi untuk mengobati gigitan binatang buas dari kakeknya yang telah meninggal. Mencari madu hutan akan dilakukan setiap tiga bulan sekali ketika tiba musimnya. Satu liter madu dihargai Rp.50.000 rupiah. Madu asli dari Gunung Tambora, puncak tertinggi NTB. Karena berburu madu bersama dengan orang dewasa, Dian biasanya tidak mendapat persenan. Hanya dari Buah Kinca lah Dian bisa membeli jajan seperti teman-temannya yang lain.

Note: tulisan ini pernah dimuat di majalah Swara Cinta Dompet Dhuafa edisi  Juni-Juli

Tidak ada komentar:

Posting Komentar