Oleh:
Dasnah
Salah satu lapangan kehidupan yang bernilai strategis, namun sangat jarang
dimasuki oleh perempuan adalah politik. Alasan yang sering dibenturkan adalah
Islam begitu menjunjung peran perempuan, memasuki arena politik berarti
mengeksposnya. Selain itu, politik juga dipandang sebagai sesuatu yang kotor
dan hanya bersifat kekuasaan. Padahal politik adalah salah satu lahan dakwah
yang sangat srategis, namun amat terabaikan. Untuk itu, bekal yang harus
disiapkan adalah memahami politik dari kacamata Islam, bukan dari sekularisme.
POLITIK
DAN PEREMPUAN
Islam
telah memberikan hak sosial, politik, dan ekonomi kepada perempuan. Islam
selalu menjaga kehormatan dan memperlakukan perempuan dengan penuh penghargaan
dan keagungan. Sungguh suatu hak yang tidak pernah diberikan oleh ideologi
manapun di dunia ini, selain Islam. Syekh Muhammad Abduh pernah berkata (dalam
Cahyadi:145-146) bahwa kedudukan yang
diperoleh kaum perempuan ini, belum pernah diberikan oleh agama dan
undang-undang manapun di dunia ini, kecuali Islam. Nahlan belum pernah dicapai
dan diperoleh bangsa-bangsa manapun, baik sebelum maupun sesudah Islam. Bangsa
Eropa misalnya, karena kemajuan peradabannya telah menghormati dan memuliakan
perempuan dengan cara membekalinya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Namun kedudukan yang mereka berikan itu, masih jauh lebih rendah dibandingkan
kedudukan yang diberikan Islam kepada perempuan.
Pandangan
yang diungkapkan oleh Syekh Muhammad Abduh di atas memang sungguh merupakan
sesuatu yang luar biasa bahkan sangat istimewa. Hal itu pun mampu membuat
perempuan sangat tersanjung. Perempuan mana yang tidak menginginkan penghargaan
itu. Sekiranya ada pembagian hak istimewa tentang penghargaan, akan sangat
mungkin terjadi antrian yang amat panjang. Namun, realita berkata lain.
Perempuan sendiri yang tak menginginkan penghargaan itu, bahkan ketika ada
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menghargai dan memberikan
penghormatan kepadanya, perempuanlah yang kali pertama menentangnya dengan
alasan tidak menghargai Hak Asasi Manusia (HAM).
Sejarah
telah mencatat bahwa pada abad pertengahan, tepatnya tahun 1500 M, Eropa telah
menyaksikan tragedi penyiksaan yang sangat keji terhadap perempuan. Sebanyak
sembilan juta perempuan dibakar hidup-hidup oleh sebuah Dewan Khusus, yang
sebelumnya mengadakan pertemuan di Roma, Italia dengan sebuah kesimpulan bahwa
“kaum perempuan tidak mempunyai jiwa”. Sedangkan lembaga filsafat dan ilmu
pengetahuan di Yunani memandang perempuan secara tiranis dan tidak memberinya
kedudukan berarti dalam masyarakat. Bahkan menganggap perempuan adalah makhluk
yang lebih rendah dari laki-laki. Di dalam ajaran Hammurabi pun perempuan disejajarkan dengan binatang. Kitab suci
bangsa Cina tak bedanya dengan pandangan tersebut, yakni perempuan dinamakan
sebagai “air yang celaka” karena ia akan mengikis habis segala keberuntungan.
Filsafat Barat Amerika menganggap perempuan harus melepaskan tugas
keperempuannya sehingga tidak ubahnya mereka sebagai barang dagangan seperti
mobil, kulkas, dan televisi.
RAMBU-RAMBU
MORAL AKTIVITAS POLITIK
Sekelumit
tragedi tentang perempuan di atas membuat hati para perempuan sangat teriris.
Akan tetapi, pada hari ini kejadian itu seakan diminta sendiri oleh kaum
perempuan. Dan menjadi sebuah masalah bersama yang mesti dipecahkan. Jalan yang
mesti dilalui adalah menghimpun kekuatan untuk membuat suatu kebijakan dalam
kancah politik, dan penggerak yang dibutuhkan untuk memperjuangkan hal itu
adalah perempuan. Sebab yang dapat mengerti perempuan adalah perempuan itu
sendiri. Tampaknya kita perlu merenungi uraian singkat yang dfirmankan Allah
s.w.t dalam mushab suci Islam di bawah ini:
Barang
siapa yang mengrrjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia
beriman, maka mereka itu masuk surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit
(An-Nisa’ 4: 124)
Sungguh
kutipan kalam Allah di atas mampu memotivasi umat-Nya untuk meretas langkah
menuju jalan dakwah-Nya. Dan sungguh Islam pun merupakan agama paripurna telah
meletakkan segala ukuran dengan tepat bagi segala ruang dan waktu kehidupan
kemanusiaan. Keseimbangan atau balancing
merupakan fokus penting dalam penetapan
ukuran tersebut. Realitas adanya laki-laki dan perempuan adalah salah
satu Sunnatullah keseimbangan, di mana kedua jenis makhluk Allah tersebut dapat
saling melengkapi dan bekerjasama secara proporsional pada segala Zona kehidupan. Demikianlah yang diungkapkan
Cahyadi dalam bukunya “Fikih Politik Kaum Perempuan”.
Meretas
langkah menuju jalan dakwah adalah satu ungkapan yang membutuhkan subyek untuk
menggapainya. Memikirkan bagaimana strateginya juga merupakan suatu yang harus
dilakukan secara analitik. Pernyataan ini bukanlah sesuatu yang sulit untuk
dipahami. Bukankah Islam telah mengatur keseimbangan dalam ssegala sisi
kehidupan. Perempuan adalah titik keseimbangan dari laki-laki. Maka dianggap
penting untuk menumbuhkan titik itu demi misi dakwah yang diemban oleh
tiap-tiap makhluk ciptan-Nya. Ketua Persaudaraan Muslimah Yogyakarta menyatakan
bahwa Naisbitt telah memprediksikan tentang kiprah perempuan yang akan semakin
menonjol pada abad 21. Perempuan maju menuru Naisbitt, adalah perempuan yang
lebih berani tampil tanpa “dihambat” oleh berbagai macam aturan agama.
Pernyataan ini bisa jadi merupakan bagian dari ide masyarakat sekuler, atau
perlawanan masyarakat yang terdominasi oleh doktrin-doktrin keagamaan,
sedemikian rupa, hingga mematikan potensi kemanusiaan mereka. Ada berbagai
pandangan yang dapat terlahir dari pernyataan tersebut.
Strategi
yang dapat dimunculkan untuk misi dakwah dapat mencakup berbagai bidang.
Politik misalnya, sebagaimana bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya juga
merupakan bagian dari syumul Islam yang
tak dapat ditinggalkan oleh muslim dan muslimat. Politik bukanlah sekedar
kehidupan dunia yang berkonotasi kotor, sedangkan Islam bukanlah sekedar urusan
dunia yang berkonotasi bersih. Justru Islam meletakkan pondasi yang kokoh yaitu
hanya ada satu jalan untuk menggapai kemenangan duniawi dan ukhrawi. Rasulullah
pernah memberikan instruksi, kalaupun kita tahu besok kiamat, sedang hari ini
di tangan kita ada biji tumbuhan, tanamlah segera!
Tak
dapat dipungkiri bahwa di kalangan komunitas Islam sebuah fenomena sekularisme
amat kental terlihat oleh kedua mata, termasuk dalam bidang politik. Bahkan tak
ayal terdengar di telinga kita. Tetapi bukan berarti kita harus menutup mata
dan menyumbat telinga untuk hal demikian. Sebagian masyarakat menolak politik karena
menganggap bukan dari bagian Islam, bahkan ada yang memarginalkan peran politik
perempuan, karena dianggapa wilayah terlarang.
Dalam
kalam diterangkan bahwa”Barang siapa yang
mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia beriman,
maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya kami beri balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik
dari apa yang mereka kerjakan(An-Nahl 16: 97).
Pernyataan
Sang Pencipta seakan berulang dalam surah An-Nahl di atas bahwa niat yang baik
akan terbalaskan dengan yang baik pula bahkan telah dijanjikan akan lebih baik
lagi. Bukankah ini dapat dijadikan sebagai sebuah signal tentang kiprah
perempuan dalam segala bidang, termasuk politik. Tentunya dalam koridor Islam.
Untuk mengantarkan pemahaman kita tentang politik, perlu diketahui definisi
dari politik itu sendiri. Dalam persfektif Aristoteles dan para filosof Yunani,
politik dimaknai sebagai segala sesuatu yang sifatnya dapat direalisasikan
kebaikan di tengah masyarakat. Ia meliputi semua urusan yang ada dalam
masyarakat; sudut pandang ini meletakkan politik sebagai bagian dari moral dan akhlak. Secara terminologi Arab,
dapat dipahami bahwa kata siyasah
(politik) berasal dari kata as-saus
yang berarti ar-riasah (kepengurusan).
Jika dikatakan saasa al-amra berarti qaama-bihi (menangani urusan). Syarat
bahwa seseorang berpolitik dalam konteks ini yakni melakukan sesuatu yang
membawa maslahat jamaah atau sekumpulan orang.
Jika
segelintir perempuan tergerak untuk berpolitik dengan membawa maslahat
sekumpulan orang, rasanya amat picik pikiran kita bila menganggap kiprah itu
tidak sesuai dengan koridor Islam. Selama dalam langkahnya sesuai dengan
ketentuan yang telah disyariatkan. Wallahu’alam
bissawaab.**
Catatan: Pernah diterbitkan di www. dakwatuna.com
Tanggal muat: 9/8/12 = 21 Ramadhan
Catatan: Pernah diterbitkan di www. dakwatuna.com
Tanggal muat: 9/8/12 = 21 Ramadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar